Beranda | Artikel
Anak Zina tidak Punya Wali Nikah?
Senin, 23 Maret 2015

Pernikahan Anak Hasil Zina

Ada anak gadis yang mau menikah, anak gadis tersebut adalah anak pertama dari sepasang suami istri yang sebelum menikah sudah melakukan hubungan suami istri (berzina) sehingga mengandung anak tersebut. Kemudian mereka menikah, dan pernikahan baru berjalan 4 bulan anak tersebut lahir berjenis kelamin perempuan. Pertanyaan saya adalah :
1. Syah kah pernikahan tersebut jika yang menjadi wali nikah adalah ayah biologisnya tersebut ?
2. Siapakah seharusnya yang boleh menikahkannya sehingga halal dalam islam.??
3. Solusi apa yang bisa di sampaikan kepada gadis tersebut dan calon suaminya ??

Terima kasih atas jawabannya!!

Dari Z. E.

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Untuk kesekian kalinya kami menekankan bahwa anak yang sah, adalah anak yang dihasilkan dari hubungan karena ikatan pernikahan yang sah. Bukan semata hasil hubungan biologis. Jika anak biologis diaku sebagai keturunan, tidak ada beda antara manusia dengan binatang.

Karena itulah, kami menegaskan bahwa anak hasil zina, tidak punya ayah. Dia hanya punya ibu. Sehingga dia dinasabkan ke ibunya. Sebagaimana Nabi Isa yang terlahir tanpa ayah. Beliau dinasabkan ke Ibunya, wanita suci, Maryam Radhiyallahu ‘anha. Kita menyebut beliau Isa bin Maryam.

Dari Abdullah bin Amr bin Ash, beliau mengatakan,

قَضَى النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مَنْ كَانَ مِنْ أَمَةٍ لَمْ يَمْلِكْهَا ، أَوْ مِنْ حُرَّةٍ عَاهَرَ بِهَا فَإِنَّهُ لا يَلْحَقُ بِهِ وَلا يَرِثُ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memutuskan bahwa anak dari hasil hubungan dengan budak yang tidak dia miliki, atau hasil zina dengan wanita merdeka tidak dinasabkan ke bapak biologisnya dan tidak mewarisinya… (HR. Abu Daud 2267, dihasankan al-Albani).

Kemudian dalam riwayat lain, dari Aisyah radhiallahu’anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الولد للفراش وللعاهر الحجر

“Anak itu menjadi hak pemilik firasy (suami), dan bagi pezina dia mendapatkan kerugian.” (HR. Bukhari 6749, Muslim 3686 dan yang lainnya)

Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan hadis ini,

وأما الولد الذي يحصل من الزنا ، يكون ولدا لأمه ، وليس ولدا لأبيه ؛ لعموم قول الرسول صلى الله عليه وسلم : (الولد للفراش وللعاهر الحجر) العاهر : الزاني ، يعني ليس له ولد . هذا معنى الحديث . ولو تزوجها بعد التوبة فإن الولد المخلوق من الماء الأول لا يكون ولدا له ، ولا يرث من هذا الذي حصل منه الزنا ولو ادعى أنه ابنه ، لأنه ليس ولدا شرعيا

Anak yang dihasilkan dari hubungan zina adalah anak bagi ibunya, bukan anak bapaknya. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Anak itu menjadi hak suami, dan bagi pezina dia mendapatkan kerugian.” Artinya, si pezina, dia tidak memiliki hak anak. Itulah makna hadis ini. Sekalipun si lelaki menikahi ibunya setelah bertaubat, anak yang dihasilkan dari hubungan yang pertama, bukan anaknya. Tidak ada hubungan waris dengan anak hasil zina, sekalipun dia mengklaim itu anaknya. Karena dia bukan anak syar’i. (Fatawa Islamiyah, 3/370)

Kedua, karena anak hasil zina tidak memiliki ayah, maka dia tidak memiliki ashabah (kerabat lelaki dari pihak ayah).

Al-Qadhi  Zakariya al-Anshari – ulama Syafiiyah – (w. 926 H) menyatakan,

ولا عصبة لولد الزنا.. لانقطاع نسبه من الأب

Tidak ada ashabah bagi anak hasil zina.., karena terputusnya nasab dari ayah. (Asna al-Mathalib, 3/20)

Sementara hak perwalian dalam pernikahan, ditetapkan berdasarkan jalur ashabah dari ayah. Ketika dia dihukumi tidak memiliki ayah, berarti dia tidak memiliki kakek dari ayah, tidak memiliki saudara kandung dari ayah, atau paman dari ayah. Karena dia tidak memiliki hubungan nasab dengan ayahnya. Sehingga orang-orang di kanan-kiri ayah, tidak ada hubungan dengannya.

Karena itulah, anak zina tidak memiliki wali dari nasab.

Dalam al-Iqna’ dinyatakan,

أن مولد الزنا لا يثبت له نسب من جهة الأبوة …وعلى ذلك فلا عصبة له من جهة الأبوة حتى ولا مع توامه…ولا يثبت لهم ولاية التزويج ولا غيره

Anak hasil zina tidak memiliki nasab dari pihak ayah… karena itu, tidak ada ashabah dari pihak ayah, sekalipun dengan saudara kembarnya (saudara kembarnya adalah saudara seibu). Dan tidak ada hak perwalian untuk ayah dan lainnya. (al-Iqna’, 3/86)

Ketiga, selanjutnya, mengingat anak zina tidak memiliki wali dari pihak keluarga, maka  hak perwalian berpindah ke hakim (pemerintah) atau pejabat KUA yang resmi ditunjuk pemerintah.

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ السُّلْطَانَ وَلِىُّ مَنْ لاَ وَلِىَّ لَه

Sesungguhnya hakim menjadi wali bagi orang yang tidak memiliki wali.

(HR. Ahmad 26068 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Demikian,

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/24495-anak-zina-tidak-punya-wali-nikah.html